Kamis, 31 Maret 2011

indutrialisasi

Indutrialisasi
Industri adalah bidang matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah matapencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang).
Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

CABANG-CABANG INDUSTRI

Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
  • Makanan dan minuman
  • Tembakau
  • Tekstil
  • Pakaian jadi
  • Kulit dan barang dari kulit
  • Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
  • Kertas dan barang dari kertas
  • Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
  • Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
  • Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
  • Karet dan barang-barang dari plastik
  • Barang galian bukan logam
  • Logam dasar
  • Barang-barang dari logam dan peralatannya
  • Mesin dan perlengkapannya
  • Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
  • Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
  • Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
  • Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
  • Kendaraan bermotor
  • Alat angkutan lainnya
  • Furniture dan industri pengolahan lainnya

KLASIFIKASI BERDASARKAN SK MENTERI PERINDUSTRIAN NO.19/M/I/1986

  1. Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
  2. Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
  3. Industri kecil : industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
  4. Aneka industri : industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
Industrialisasi di Indonesia Sudah pada Tahap Deindustrialisasi
Sejak krisis moneter 1998, industrialisasi di Indonesia telah mengalami kemunduran atau deindustrialisasi. Indikatornya, prosentase utilitas industri terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, jika pada tahun 1996 masih sebesar 82,10 persen, maka pada tahun 2002 sudah mencapai angka 63,33 persen.
Sampai akhir tahun 2004 lalu, pertumbuhan ekonomi kita belum dapat kembali kepada pertumbuhan sebelum krisis. Demikian juga kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih jauh dari apa yang pernah kita capai sebelum terjadinya krisis, juga prosentase penyerapan tenaga kerja disubsektor industri pengolahan, terus menurun sejak terjadinya krisis. Keadaan ini sangat terasa bagi para pelaku bisnis dalam industri pengolahan, sehingga gejala dalam masyarakat dengan meningkatnya pemakaian produk luar negeri sudah sangat mengkhawatirkan.
industri tekstil dan produk tekstil Indonesia yang hampir tidak berdaya menghadapi serbuan barang impor. Demikian juga dengan pertumbuhan pasar barang elektronik (low end) telah dimanfaatkan oleh industri negara-negara lain. Dalam kedua produk itu kita perlu mengamankan pasar dalam negeri dan melihat ke depan dengan mengadakan adjusment melalui restrukturisasi dan modernisasi industri-industri itu agar bisa bersaing di pasar global.
ada empat faktor yang harus dilakukan, pertama menyangkut kelembagaan, dimana innovation system menjadi sangat penting. Sistem inovasi nasional ini merupakan jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor, mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.

Kedua, faktor ideologi atau techno-ideology, dimana kita perlu menentukan sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan teknologinya, apakah menganut technonationalism, technoglobalism, atau technohybrids.

Faktor ketiga, soal kemampuan di dalam menentukan hal-hal yang berkait dengan penting (important) dan mendesak (urgent) terhadap banyak pilihan yang harus diambil. Ini karena kemampuan keuangan dan modal negara sangat terbatas. Faktor keempat menyangkut soal leadership, dimana pemimpin dan para elit politik dituntut harus mengembalikan kepercayaan (trust) di dalam memutuskan kebijakan-kebijakannya.
Dampak Industrialisasi Di Indonesia
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apa pun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan, aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 - 20).
Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.

Bahaya De-Industrialisasi Mengancam Indonesia

Nampaknya bahaya De-Industrialisasi di Indonesia tidak diragukan lagi. Ancaman itu sebenarnya bukan datang setahun atau dua tahun belakangan ini, namun sudah berlangsung sejak awal mula pemulihan krisis finansial di Asia yang terjadi pada periode 1997-2000.
Pada saat itu, dikarenakan penurunan tingkat pendapatan penduduk, dan industri masih banyak yang kolaps, serta ketakutan akan masih terjadinya gonjang-ganjing politik plus kerusuhan, banyak diantara kita yang mulai memilih melakukan import barang murah melalui RRC ataupun Taiwan (khusus Taiwan lebih banyak piranti komputer).
Bersamaan dengan itu industri di RRC justru sedang mulai tumbuh berkembang. Tingginya biaya produksi di sejumlah negara barat termasuk Amerika, membuat banyak perusahaan Eropa dan juga Amerika melakukan outsourcing ke pabrikan-pabrikan OEM besar di RRC. Dari mulai Motorola, Nokia, Nike, Adidas, Reebok dan lain sebagainya.
Sementara di negara lain seperti di Korea dan Jepang justru melakukan relokasi usaha dan mengalihkan produksi mereka ke pabrik-pabrik relokasi mereka yang ada di RRC dan Vietnam. Padahal dibandingkan dengan RRC, biaya tenaga kerja kita tidak jauh berbeda dan lumayan bersaing. Namun faktor kestabilan politik, dan kurang bersaingnya infrastruktur membuat orang lebih memilih melakukan pemusatan industri di RRC.
Sebagai akibatnya, industri di RRC maju pesat, dan mulai bermunculan industri “low end” yang bersifat menarik secara harga sebagai dampak dari banyaknya tenaga trampil dan ahli yang bermunculan karena kemajuan industri di sana.
Hal ini tentu saja menimbulkan dampak pasar dalam negeri RRC penuh sesak oleh berbagai jenis barang produksi. Produk-produk yang tidak terserap oleh pasar dalam negeri ini yang akhirnya banyak sekali diekspor ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karena pendapatan rakyat RRC perkapita tumbuh pesat, yang menyebabkan selera dan gaya hidup mereka bergeser dari barang murah menjadi barang lux, akhirnya produk-produk murah meriah itu tidak lagi laku di pasaran dalam negeri RRC dan diekspor ke Indonesia serta berbagai negara asia lainnya.
Celakanya lagi pemerintah kita cenderung tidak tegas melarang ekspor produk hasil bumi dan tambang kita ke luar negeri. Semestinya segala investasi asing menyangkut pertambangan dan produk hasil bumi lainnya haruslah untuk pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri, dan harus pula dibangun industri pengolahan dari hulu sampai hilirnya.
Akibatnya sektor industri kita menjadi mati akibat kalah dalam persaingan perdagangan bebas, dan negara-negara luar sangat menikmati keuntungan dari perdagangan komoditas Indonesia yang murah meriah karena masih dalam bentuk murah bukan olahan jadi.
Lihat saja betapa Singapura begitu berjaya dan memiliki bargaining power yang sangat kuat karena kita hanya bisa mengekspor minyak mentah sementara turunan olahannya kita terima jadi dari mereka. Hal yang sama juga terjadi dengan industri pupuk, di mana kita sibuk mengekspor gas ke China dan negara tetangga, tapi pabrik pupuk kita mati kekurangan pasokan gas.
Sampai sejauh mana kita mau bersikap seperti ini terus, membiarkan bangsa lain memperbudak negara kita dan mengeruk sebanyak-banyaknya hasil bumi dari dalam negeri. Ambil contoh lihat saja, industri telekomunikasi kita sudah dikuasai oleh asing, belum lagi industri taktis lainnya. Begitu industri kita jatuh ke tangan asing, maka negara kita hanya dijadikan pasar saja, digenjot gaya hidup konsumtifnya. Perbankan asing pun dibiarkan merajalela dengan alasan profesionalisme pengelolaan, padahal bank lokal pun sebenarnya mampu bersaing secara profesional asalkan pengawasan perbankan benar-benar baik dan didukung oleh undang-undang yang baik pula serta adanya ketegasan dalam penindakan.
Semoga saja para menteri kita yang baru bisa bekerja lebih keras lagi dalam membenahi kekacauan yang telah terjadi sejak beberapa tahun silam, dan bisa membangkitkan kembali industri di tanah air, karena jika tidak maka kejatuhan Indonesia hanya tinggal menunggu waktu saja.

RIZCHI RAMADHAN 
28210922
1EBO7

sektor pertanian

Sektor Pertanian
Negara Indonesia adalah agraris, mengapa disebut negara agraris? Karena sebagian besar penduduk Indonesia bekerja sebagai petani terutama yang berada di Pulau Jawa dan komoditi dari sektor pertanian ada yang sudah di ekspor ke luar negeri. Namun akhir-akhir ini, Indonesia mulai kesulitan bahan pangan sehingga Indonesia sering kali meng-impor beras dari luar negeri, seperti dari Thailand dan Vietnam, ini adalah salah satu contoh kemunduran dari pertanian di Indonesia, apabila kita tidak bertindak secepat mungkin maka pertanian di Indonesia akan menjadi cerita saja. Berikutnya akan dibahas lebih dalam tentang pertanian.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukanmanusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidayatanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggriscrop cultivation) serta pembesaranhewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatanmikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatankeju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanahmeteorologipermesinan pertanianbiokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Cakupan pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanamanhewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu.Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakanmenggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikandan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya algahidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

SEJARAH SINGKAT PERTANIAN DUNIA

Domestikasi anjing diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali. Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerahSuriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu danmegalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan.
Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidayajewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing.Sapikudakerbauyak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.
Signifikannya pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Distribusi Pendapatan maka perlu didorong lagi pertumbuhan unit-unit usaha masyarakat sehingga terjadi peningkatan dalam PDRB. Apalagi jika yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian masyarakat pribumi sehingga perlu dorongan dari pemerintah untuk unit-unit usaha yang dihasilkan masyarakat pribumi. Tidak seperti selama ini yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat dan malah usaha milik asing yang ditumbuhkan pemerintah.

Untuk meningkatkan posisi tawar kita sehingga kita menjadi raja di negeri sendiri atau tidak bergantung pada asing maka banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu menghasilkan produk (barang/jasa) yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tersebut harus disikapi dengan langkah konkret salah satunya adalah dengan cara mengadakan pelatihan tenaga kerja.

Dalam rangka untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas maka dalam hal ini Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang selaku UPT Kementerian Pertanian yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki domain di bidang pertanian menjalankan misi demi mewujudkan manusia pertanian Indonesia yang berkualitas serta berusaha untuk mewujudkan Revitalisasi Pertanian seperti yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2004 yang lalu. Dengan menjalankan berbagai kegiatan pelatihan baik aparatur maupun non aparatur diharapkan dalam jangka panjang dapat merealisasikan Revitalisasi Pertanian sehingga sektor pertanian berkontribusi paling dominan terhadap PDB serta penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.

Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan.

Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.
Dewasa ini, Indonesia mengalami tiga masalah utama dalam membangun sektor pertanian, diantaranya adalah
1. Kemampuan pertanian
2. Ketergantungan pasokan dari luar
3. Produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan kemandirian pertanian Indonesia.
Langkah untuk mengatasi ketiga masalah itu yakni harus dibuat road map (peta jalan) untuk industri berbasis agro dan perkebunan, regionalisasi pengembangan komoditi untuk menuju skala ekonomi dan aglomerasi, pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan dan industri kecil menengah pedesaan.
kualitas infrastruktur dan social capital untuk sektor pertanian guna meningkatkan efesiensi, produktivitas dan inovasi. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih proaktif dalam membangun inisiatif dan tindakan untuk membuat jejaring kersajama usaha tani sebagai agenda pembangunan daerah. ”Selain itu pemerintah harus berani dan tegas dalam membuka, menciptakan, dan mengamankan pasar produk pertanian dan memihak petani.
Pemerintah dinilai gagal dalam membangun sektor pertanian, bahkan Indonesia lebih bangga menjadi negara pengekspor hasil perkebunan dengan mengabaikan sektor pertanian yang menjadi andalan Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini terpaksa harus mengimpor bahan kebutuhan pokok, terutama beras dari negara lain. Karena lahan pertanian Indonesia yang sudah dipetakan serta pembangunan irigasi sejak zaman penjajahan Belanda, kini banyak yang telah beralih fungsi. Akibatnya, hasil pertanian kini tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan sekitar 235 juta jiwa penduduk Indonesia.

Kondisi terus berkurangnya luasan areal pertanian dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan bahan pokok masyarakat, membuat posisi tawar Indonesia menjadi semakin lemah, sehingga negara pengekspor bahan kebutuhan pokok dapat mengendalikan harga sesuka hati mereka.
Selain ketiga masalah diatas ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, diantaranya :
1. Dari segi sarana dan prasarana, tidak ada dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.
2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara.
3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para politikus membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.
PENGEMBANGAN USAHA PERTANIAN INDONESIA: MEREKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG UNTUK PERTANIAN JABON
Sebagaimana orang kenal bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Banyak sekali jenis pertanian yang bisa dikembangkan di Indonesia, dari mulai pertanian sayur-mayur, obat-obatan, padi-padian, umbi-umbian hingga pertanian yang menghasilkan kayu-kayu berkualitas tinggi dan memiliki nilai jual mahal seperti, pohon jati, pohon jabon dan lain sebagainya. Ada banyak sekali jenis-jenis kayu yang ramai di pasaran Indonesia baik yang banyak dieksport ke luar negeri, kurang lebih sekitar 60 lebih jenis kayu. Dan semakin marak dan mahalnya permintaan kayu, baik untuk usaha meubel, bangunan, eksport, usaha kayu lapis dan sebagainya, maka pertanian kayu pun mulai ramai digarap. Dan salah satu usaha yang bisa dikembangkan untuk membantu mengembangkan sektor pertanian menjadi salah satu sektor pembangunan Nasional adalah pertanian jabon.
Untuk itu diharapkan negara Indonesia, yang memiliki banyak lahan dan hutan, untuk lebih memanfaatkan lahan tersebut untuk menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Agar Indonesia kembali hijau dan kembali menjadi jantung Bumi. Jika jantung Bumi telah rusak, ibarat manusia tinggal menunggu matinya saja. Kita memang tidak bisa serta merta memberikan pengandaian seperti itu, namun sejak dahulu jika yang namnya kerusakan tetap dipelihara maka tunggulah kehancurannya.
Ada banyak sekali potensi lahan yang bisa digunakan dan mulai digarap oleh petani Indonesia, salah satunya adalah lahan bekas tambang. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil alam dan juga hasil buminya. Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas. Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik. Disinilah diperlukan yang namanya reklamasi.
Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI SEKTOR PERTANIAN
Berikut ini akan dipaparkan secara global tentang penerapan teknologi informasi yang diterapkan di beberapa negara berkembang termasuk negara jiran kita Malaysia.

A. Rice Irrigation Management System (RIMS) di Tanjung Karang, Malaysia

Sistem ini dikembangkan oleh Eltaeb Saeed, Rowshon, M.K., Amin, M.S.M. Tujuan pembangunan RIMS yang didukung teknologi GIS (Geographic Information System) adalah untuk melakukan efisiensi penggunaan air dan meningkatkan produktifitas lahan pertanian. Teknologi GIS berfungsi untuk menyimpan data ke dalam basis data komputer sehingga memungkinkan untuk melakukan analisa wilayah geografi dalam hal ini wilayah yang dilalui saluran irigasi. Kemampuan sistem RIMS yang menggunakan teknologi GIS dapat mengembangkan manajemen air dengan baik. Sistem RIMS diterapkan di wilayah irigasi Tanjung Karang, Malaysia.

B. Glass House di MARDI, Malaysia

Teknologi Informasi juga memegang peranan penting di pusat penelitian pertanian Malaysia yang di kenal dengan nama MARDI (Malaysian Agriculture Research and Development Institute – www.mardi.my ). Implementasi teknologi informasi yang diterapkan di Glass House atau kita lebih mengenalnya dengan sebutan Rumah Kaca adalah pengontrolan lingkungan (environment control) melalui jaringan komputer. Fungsi rumah kaca adalah untuk melakukan proses penelitian yang berhubungan dengan pertanian seperti : rekayasa genetika bibit padi unggul, pembudidayaan padi dari hasil bibit unggul dan lain-lain. Sistem Kontrol pada rumah kaca ini sudah berjalan sejak tahun 2002.

Di dalam rumah kaca tersebut dipasang sensor suhu yang mengerakkan beberapa unit kontrol seperti kipas, sprinkler system dan lain-lain. Kesemua sistem tersebut dihubungkan melalui kabel ke pusat komputer. Jadi pusat komputer mengontrol 4 buah rumah kaca di tempat yang berbeda. Penerapan sistem ini dapat memberikan pengontrolan terhadap suhu sesuai dengan keadaan lingkungan yang dibutuhkan selama 24 jam.

Kegunaan teknologi informasi seharusnya tidak hanya dirasakan oleh kalangan tertentu saja misalnya profesional, perusahaan dan akademisi saja tapi kita coba mulai memikirkan membantu para petani atau nelayan dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola lahan pertanian, identifikasi kawasan yang banyak ikannya dan sebagainya untuk meningkatkan produktifitas mereka. Kesemuanya pada akhirnya akan bermuara peningkatan pemasukan Negara. Hal ini dapat dilakukan bila ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dapat dijangkau oleh masyarakat maka akan banyak aplikasi – aplikasi yang dapat diterapkan untuk kepentingan masyarakat.
Sumber :
http://yasinta.net/tantangan-industrialisasi-pertanian-di-indonesia/

RIZCHI RAMADHAN 
28210922
1EB

Indutrialisasi

Indutrialisasi
Industri adalah bidang matapencaharian yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah matapencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang).
Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

CABANG-CABANG INDUSTRI

Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
  • Makanan dan minuman
  • Tembakau
  • Tekstil
  • Pakaian jadi
  • Kulit dan barang dari kulit
  • Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
  • Kertas dan barang dari kertas
  • Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
  • Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
  • Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
  • Karet dan barang-barang dari plastik
  • Barang galian bukan logam
  • Logam dasar
  • Barang-barang dari logam dan peralatannya
  • Mesin dan perlengkapannya
  • Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
  • Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
  • Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
  • Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
  • Kendaraan bermotor
  • Alat angkutan lainnya
  • Furniture dan industri pengolahan lainnya

KLASIFIKASI BERDASARKAN SK MENTERI PERINDUSTRIAN NO.19/M/I/1986

  1. Industri kimia dasar : misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
  2. Industri mesin dan logam dasar : misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
  3. Industri kecil : industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
  4. Aneka industri : industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
Industrialisasi di Indonesia Sudah pada Tahap Deindustrialisasi
Sejak krisis moneter 1998, industrialisasi di Indonesia telah mengalami kemunduran atau deindustrialisasi. Indikatornya, prosentase utilitas industri terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, jika pada tahun 1996 masih sebesar 82,10 persen, maka pada tahun 2002 sudah mencapai angka 63,33 persen.
Sampai akhir tahun 2004 lalu, pertumbuhan ekonomi kita belum dapat kembali kepada pertumbuhan sebelum krisis. Demikian juga kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih jauh dari apa yang pernah kita capai sebelum terjadinya krisis, juga prosentase penyerapan tenaga kerja disubsektor industri pengolahan, terus menurun sejak terjadinya krisis. Keadaan ini sangat terasa bagi para pelaku bisnis dalam industri pengolahan, sehingga gejala dalam masyarakat dengan meningkatnya pemakaian produk luar negeri sudah sangat mengkhawatirkan.
industri tekstil dan produk tekstil Indonesia yang hampir tidak berdaya menghadapi serbuan barang impor. Demikian juga dengan pertumbuhan pasar barang elektronik (low end) telah dimanfaatkan oleh industri negara-negara lain. Dalam kedua produk itu kita perlu mengamankan pasar dalam negeri dan melihat ke depan dengan mengadakan adjusment melalui restrukturisasi dan modernisasi industri-industri itu agar bisa bersaing di pasar global.
ada empat faktor yang harus dilakukan, pertama menyangkut kelembagaan, dimana innovation system menjadi sangat penting. Sistem inovasi nasional ini merupakan jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor, mengubah, mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi.

Kedua, faktor ideologi atau techno-ideology, dimana kita perlu menentukan sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan teknologinya, apakah menganut technonationalism, technoglobalism, atau technohybrids.

Faktor ketiga, soal kemampuan di dalam menentukan hal-hal yang berkait dengan penting (important) dan mendesak (urgent) terhadap banyak pilihan yang harus diambil. Ini karena kemampuan keuangan dan modal negara sangat terbatas. Faktor keempat menyangkut soal leadership, dimana pemimpin dan para elit politik dituntut harus mengembalikan kepercayaan (trust) di dalam memutuskan kebijakan-kebijakannya.
Dampak Industrialisasi Di Indonesia
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apa pun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan, aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 - 20).
Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 102), mengelompokkan pecemaran alas dasar: a).bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya, b). pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial, c). pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.

Bahaya De-Industrialisasi Mengancam Indonesia

Nampaknya bahaya De-Industrialisasi di Indonesia tidak diragukan lagi. Ancaman itu sebenarnya bukan datang setahun atau dua tahun belakangan ini, namun sudah berlangsung sejak awal mula pemulihan krisis finansial di Asia yang terjadi pada periode 1997-2000.
Pada saat itu, dikarenakan penurunan tingkat pendapatan penduduk, dan industri masih banyak yang kolaps, serta ketakutan akan masih terjadinya gonjang-ganjing politik plus kerusuhan, banyak diantara kita yang mulai memilih melakukan import barang murah melalui RRC ataupun Taiwan (khusus Taiwan lebih banyak piranti komputer).
Bersamaan dengan itu industri di RRC justru sedang mulai tumbuh berkembang. Tingginya biaya produksi di sejumlah negara barat termasuk Amerika, membuat banyak perusahaan Eropa dan juga Amerika melakukan outsourcing ke pabrikan-pabrikan OEM besar di RRC. Dari mulai Motorola, Nokia, Nike, Adidas, Reebok dan lain sebagainya.
Sementara di negara lain seperti di Korea dan Jepang justru melakukan relokasi usaha dan mengalihkan produksi mereka ke pabrik-pabrik relokasi mereka yang ada di RRC dan Vietnam. Padahal dibandingkan dengan RRC, biaya tenaga kerja kita tidak jauh berbeda dan lumayan bersaing. Namun faktor kestabilan politik, dan kurang bersaingnya infrastruktur membuat orang lebih memilih melakukan pemusatan industri di RRC.
Sebagai akibatnya, industri di RRC maju pesat, dan mulai bermunculan industri “low end” yang bersifat menarik secara harga sebagai dampak dari banyaknya tenaga trampil dan ahli yang bermunculan karena kemajuan industri di sana.
Hal ini tentu saja menimbulkan dampak pasar dalam negeri RRC penuh sesak oleh berbagai jenis barang produksi. Produk-produk yang tidak terserap oleh pasar dalam negeri ini yang akhirnya banyak sekali diekspor ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karena pendapatan rakyat RRC perkapita tumbuh pesat, yang menyebabkan selera dan gaya hidup mereka bergeser dari barang murah menjadi barang lux, akhirnya produk-produk murah meriah itu tidak lagi laku di pasaran dalam negeri RRC dan diekspor ke Indonesia serta berbagai negara asia lainnya.
Celakanya lagi pemerintah kita cenderung tidak tegas melarang ekspor produk hasil bumi dan tambang kita ke luar negeri. Semestinya segala investasi asing menyangkut pertambangan dan produk hasil bumi lainnya haruslah untuk pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri, dan harus pula dibangun industri pengolahan dari hulu sampai hilirnya.
Akibatnya sektor industri kita menjadi mati akibat kalah dalam persaingan perdagangan bebas, dan negara-negara luar sangat menikmati keuntungan dari perdagangan komoditas Indonesia yang murah meriah karena masih dalam bentuk murah bukan olahan jadi.
Lihat saja betapa Singapura begitu berjaya dan memiliki bargaining power yang sangat kuat karena kita hanya bisa mengekspor minyak mentah sementara turunan olahannya kita terima jadi dari mereka. Hal yang sama juga terjadi dengan industri pupuk, di mana kita sibuk mengekspor gas ke China dan negara tetangga, tapi pabrik pupuk kita mati kekurangan pasokan gas.
Sampai sejauh mana kita mau bersikap seperti ini terus, membiarkan bangsa lain memperbudak negara kita dan mengeruk sebanyak-banyaknya hasil bumi dari dalam negeri. Ambil contoh lihat saja, industri telekomunikasi kita sudah dikuasai oleh asing, belum lagi industri taktis lainnya. Begitu industri kita jatuh ke tangan asing, maka negara kita hanya dijadikan pasar saja, digenjot gaya hidup konsumtifnya. Perbankan asing pun dibiarkan merajalela dengan alasan profesionalisme pengelolaan, padahal bank lokal pun sebenarnya mampu bersaing secara profesional asalkan pengawasan perbankan benar-benar baik dan didukung oleh undang-undang yang baik pula serta adanya ketegasan dalam penindakan.
Semoga saja para menteri kita yang baru bisa bekerja lebih keras lagi dalam membenahi kekacauan yang telah terjadi sejak beberapa tahun silam, dan bisa membangkitkan kembali industri di tanah air, karena jika tidak maka kejatuhan Indonesia hanya tinggal menunggu waktu saja.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/02/24/bahaya-de-industrialisasi-mengancam-indonesia/
Shinta Nur Amalia
1eb07
26210523

SATURDAY, MARCH 19, 2011

Sektor Pertanian

Sektor Pertanian
Negara Indonesia adalah agraris, mengapa disebut negara agraris? Karena sebagian besar penduduk Indonesia bekerja sebagai petani terutama yang berada di Pulau Jawa dan komoditi dari sektor pertanian ada yang sudah di ekspor ke luar negeri. Namun akhir-akhir ini, Indonesia mulai kesulitan bahan pangan sehingga Indonesia sering kali meng-impor beras dari luar negeri, seperti dari Thailand dan Vietnam, ini adalah salah satu contoh kemunduran dari pertanian di Indonesia, apabila kita tidak bertindak secepat mungkin maka pertanian di Indonesia akan menjadi cerita saja. Berikutnya akan dibahas lebih dalam tentang pertanian.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukanmanusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggriscrop cultivation) serta pembesaran hewan ternak(raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. SejarahIndonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah,meteorologipermesinan pertanianbiokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Cakupan pertanian
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanamanhewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutananadalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah).Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga,hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

SEJARAH SINGKAT PERTANIAN DUNIA

Domestikasi anjing diduga telah dilakukan bahkan pada saat manusia belum mengenal budidaya (masyarakat berburu dan peramu) dan merupakan kegiatan peternakan yang pertama kali. Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan.
Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) danpadi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucingSapi,kudakerbauyak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik budidaya anggur dan zaitun.
Signifikannya pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Distribusi Pendapatan maka perlu didorong lagi pertumbuhan unit-unit usaha masyarakat sehingga terjadi peningkatan dalam PDRB. Apalagi jika yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian masyarakat pribumi sehingga perlu dorongan dari pemerintah untuk unit-unit usaha yang dihasilkan masyarakat pribumi. Tidak seperti selama ini yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat dan malah usaha milik asing yang ditumbuhkan pemerintah.

Untuk meningkatkan posisi tawar kita sehingga kita menjadi raja di negeri sendiri atau tidak bergantung pada asing maka banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu menghasilkan produk (barang/jasa) yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tersebut harus disikapi dengan langkah konkret salah satunya adalah dengan cara mengadakan pelatihan tenaga kerja.

Dalam rangka untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas maka dalam hal ini Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang selaku UPT Kementerian Pertanian yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki domain di bidang pertanian menjalankan misi demi mewujudkan manusia pertanian Indonesia yang berkualitas serta berusaha untuk mewujudkan Revitalisasi Pertanian seperti yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2004 yang lalu. Dengan menjalankan berbagai kegiatan pelatihan baik aparatur maupun non aparatur diharapkan dalam jangka panjang dapat merealisasikan Revitalisasi Pertanian sehingga sektor pertanian berkontribusi paling dominan terhadap PDB serta penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.

Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan.

Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.
Dewasa ini, Indonesia mengalami tiga masalah utama dalam membangun sektor pertanian, diantaranya adalah
1. Kemampuan pertanian
2. Ketergantungan pasokan dari luar
3. Produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan kemandirian pertanian Indonesia.
Langkah untuk mengatasi ketiga masalah itu yakni harus dibuat road map (peta jalan) untuk industri berbasis agro dan perkebunan, regionalisasi pengembangan komoditi untuk menuju skala ekonomi dan aglomerasi, pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan dan industri kecil menengah pedesaan.
kualitas infrastruktur dan social capital untuk sektor pertanian guna meningkatkan efesiensi, produktivitas dan inovasi. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih proaktif dalam membangun inisiatif dan tindakan untuk membuat jejaring kersajama usaha tani sebagai agenda pembangunan daerah. ”Selain itu pemerintah harus berani dan tegas dalam membuka, menciptakan, dan mengamankan pasar produk pertanian dan memihak petani.
Pemerintah dinilai gagal dalam membangun sektor pertanian, bahkan Indonesia lebih bangga menjadi negara pengekspor hasil perkebunan dengan mengabaikan sektor pertanian yang menjadi andalan Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini terpaksa harus mengimpor bahan kebutuhan pokok, terutama beras dari negara lain. Karena lahan pertanian Indonesia yang sudah dipetakan serta pembangunan irigasi sejak zaman penjajahan Belanda, kini banyak yang telah beralih fungsi. Akibatnya, hasil pertanian kini tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan sekitar 235 juta jiwa penduduk Indonesia.

Kondisi terus berkurangnya luasan areal pertanian dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan bahan pokok masyarakat, membuat posisi tawar Indonesia menjadi semakin lemah, sehingga negara pengekspor bahan kebutuhan pokok dapat mengendalikan harga sesuka hati mereka.
Selain ketiga masalah diatas ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, diantaranya :
1. Dari segi sarana dan prasarana, tidak ada dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.
2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan negara.
3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para politikus membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.
PENGEMBANGAN USAHA PERTANIAN INDONESIA: MEREKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG UNTUK PERTANIAN JABON
Sebagaimana orang kenal bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Banyak sekali jenis pertanian yang bisa dikembangkan di Indonesia, dari mulai pertanian sayur-mayur, obat-obatan, padi-padian, umbi-umbian hingga pertanian yang menghasilkan kayu-kayu berkualitas tinggi dan memiliki nilai jual mahal seperti, pohon jati, pohon jabon dan lain sebagainya. Ada banyak sekali jenis-jenis kayu yang ramai di pasaran Indonesia baik yang banyak dieksport ke luar negeri, kurang lebih sekitar 60 lebih jenis kayu. Dan semakin marak dan mahalnya permintaan kayu, baik untuk usaha meubel, bangunan, eksport, usaha kayu lapis dan sebagainya, maka pertanian kayu pun mulai ramai digarap. Dan salah satu usaha yang bisa dikembangkan untuk membantu mengembangkan sektor pertanian menjadi salah satu sektor pembangunan Nasional adalah pertanian jabon.
Untuk itu diharapkan negara Indonesia, yang memiliki banyak lahan dan hutan, untuk lebih memanfaatkan lahan tersebut untuk menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Agar Indonesia kembali hijau dan kembali menjadi jantung Bumi. Jika jantung Bumi telah rusak, ibarat manusia tinggal menunggu matinya saja. Kita memang tidak bisa serta merta memberikan pengandaian seperti itu, namun sejak dahulu jika yang namnya kerusakan tetap dipelihara maka tunggulah kehancurannya.
Ada banyak sekali potensi lahan yang bisa digunakan dan mulai digarap oleh petani Indonesia, salah satunya adalah lahan bekas tambang. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil alam dan juga hasil buminya. Lahan bekas tambang merupakan lahan sisa hasil proses pertambangan baik berupa tambang emas, timah, maupun batubara. Pada lahan pasca tambang biasanya ditemukan lubang-lubang dari hasil penambangan dengan lapisan tanah yang mempunyai komposisi dan warna berbeda. Misalnya, ada lapisan tanah berpasir yang berseling dengan lapisan tanah liat, tanah lempung atau debu. Ada pula lapisan tanah berwarna kelabu pada lapisan bawah, berwarna merah pada bagian tengah dan berwarna kehitam-hitaman pada lapisan atas. Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah, terbentuknya kanopi (area tutupan) yang menyebabkan suatu tanah cepat kering dan terjadinya perubahan mikroorganisme tanah, sehingga lingkungan tumbuh menjadi kurang menyenangkan. Dengan kata lain, bahwa kondisi lahan terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik. Disinilah diperlukan yang namanya reklamasi.
Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI SEKTOR PERTANIAN
Berikut ini akan dipaparkan secara global tentang penerapan teknologi informasi yang diterapkan di beberapa negara berkembang termasuk negara jiran kita Malaysia.

A. Rice Irrigation Management System (RIMS) di Tanjung Karang, Malaysia

Sistem ini dikembangkan oleh Eltaeb Saeed, Rowshon, M.K., Amin, M.S.M. Tujuan pembangunan RIMS yang didukung teknologi GIS (Geographic Information System) adalah untuk melakukan efisiensi penggunaan air dan meningkatkan produktifitas lahan pertanian. Teknologi GIS berfungsi untuk menyimpan data ke dalam basis data komputer sehingga memungkinkan untuk melakukan analisa wilayah geografi dalam hal ini wilayah yang dilalui saluran irigasi. Kemampuan sistem RIMS yang menggunakan teknologi GIS dapat mengembangkan manajemen air dengan baik. Sistem RIMS diterapkan di wilayah irigasi Tanjung Karang, Malaysia.

B. Glass House di MARDI, Malaysia

Teknologi Informasi juga memegang peranan penting di pusat penelitian pertanian Malaysia yang di kenal dengan nama MARDI (Malaysian Agriculture Research and Development Institute – www.mardi.my ). Implementasi teknologi informasi yang diterapkan di Glass House atau kita lebih mengenalnya dengan sebutan Rumah Kaca adalah pengontrolan lingkungan (environment control) melalui jaringan komputer. Fungsi rumah kaca adalah untuk melakukan proses penelitian yang berhubungan dengan pertanian seperti : rekayasa genetika bibit padi unggul, pembudidayaan padi dari hasil bibit unggul dan lain-lain. Sistem Kontrol pada rumah kaca ini sudah berjalan sejak tahun 2002.

Di dalam rumah kaca tersebut dipasang sensor suhu yang mengerakkan beberapa unit kontrol seperti kipas, sprinkler system dan lain-lain. Kesemua sistem tersebut dihubungkan melalui kabel ke pusat komputer. Jadi pusat komputer mengontrol 4 buah rumah kaca di tempat yang berbeda. Penerapan sistem ini dapat memberikan pengontrolan terhadap suhu sesuai dengan keadaan lingkungan yang dibutuhkan selama 24 jam.

Kegunaan teknologi informasi seharusnya tidak hanya dirasakan oleh kalangan tertentu saja misalnya profesional, perusahaan dan akademisi saja tapi kita coba mulai memikirkan membantu para petani atau nelayan dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola lahan pertanian, identifikasi kawasan yang banyak ikannya dan sebagainya untuk meningkatkan produktifitas mereka. Kesemuanya pada akhirnya akan bermuara peningkatan pemasukan Negara. Hal ini dapat dilakukan bila ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dapat dijangkau oleh masyarakat maka akan banyak aplikasi – aplikasi yang dapat diterapkan untuk kepentingan masyarakat.
Sumber :
http://yasinta.net/tantangan-industrialisasi-pertanian-di-indonesia/

RIZCHI RAMADHAN
28210922
1EB07