Pengertian
Perjanjian
1.
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata Perjanjian menurut Pasal
1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”.
2.
Menurut Rutten Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai
dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain
atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3.
Menurut adat Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana
pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya
sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat
terjadi pembayaran dimuka).
Standar
Kontrak
1.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
-
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik
adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.
Menurut Remi Syahdeini, Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir
dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan. Suatu kontrak harus berisi:
a.
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b. Subjek dan jangka waktu kontrak
b. Subjek dan jangka waktu kontrak
c.
Lingkup kontrak
d.
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e.
Kewajiban dan tanggung jawab
f.
Pembatalan kontrak
Macam
– Macam Perjanjian
Macam-macam
perjanjian obligator ialah sbb;
1).
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
-
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
2).
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
-
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban
pada salah satu pihak saja.
-
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan
hak kepada kedua belah pihak.
3).
Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
-
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata
sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
-
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk
teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
-
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata
sepakat, harus diserahkan.
4).
Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
- Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai
- Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai
bab
XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
-
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara
khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal
1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1.
Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat
maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk setiap kata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat
perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah
dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
2.
Suatu hal tertentu
Suatu
hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat
menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling
sedikit ditetapkan jenisnya.
3.
Sebab yang halal
Sebab
ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya.
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia
dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban.
Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang
tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua
syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat
subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena
mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b)
penentuan resiko;
c)
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d)
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal
1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada
umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam
Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak
yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan
pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang
menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
a.
Teori Pernyataan (Uitings
Theorie)
Menurut
teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis
surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.
Teori Pengiriman (Verzending
Theori).
Menurut
teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c.
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui
isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang
dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh
hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu
mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan
memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak,
perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan
Perjanjian
Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
-
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
-
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
-
Terkait resolusi atau perintah pengadilan
-
Terlibat hokum
-
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian
SUMBER :
Anggota Kelompok :
- Birilakbar Ryanifian (21210423)
- Chalida Fathia (21210546)
- Dinar Tri Anggraini (22210069)
- Rizchi ramadhan (28210922)
- Yulianti (28210754)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar