Kamis, 31 Mei 2012

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ABSTRAKSI
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti. Persaingan Usaha Tidak Sehat dilarang dilakukan didalam dunia perindustrian.

PENDAHULUAN
Praktik monopoli yang dilarang oleh undang-undang anti monopoli (UU No 5 Tahun 1999) adalah monopoli yang menyebabkan terjadinya penentuan pasar, pembagian pasar dan konsentrasi pasar. Pengaturan ini melindungi konsumen dengan harga yang bersaing dan produk alternatif dengan mutu tinggi. Ada kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam antimpoli juga ada hal-hal yang dikecualikan dalam antimopoli. Apabila hal tersebut dilanggar akan ada sanksi yang akan diberikan.

PEMBAHASAN
A.    Penggertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam Pasal 1 angka (2) UU Antimonopoli dijelaskan, bahwa praktek monopoli adalah sebuah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum, sedangkan persaingan usaha dalam Pasal 1 angka (6) disebutkan sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perangkat hukum untuk menunjang kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan demokrasi ekonomi yang diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat merugikan kegiatan ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini dalam globalisasi ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis yang sehat dan pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para pesaingnya.
Semua ini bertujuan untuk mendorong upaya efisiensi, investasi dan kemampuan adaptasi ekonomi bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan potensi ekonomi rakyat, memperluas peluang usaha di dalam negeri (domestik) dan kemampuan bersaing dengan produk negara asing memasuki pasar tanah air yang terbuka dalam rangka perdagangan bebas (free trade).

B.     Asas dan Tujan Antimonopoli dan Persaingan Usaha

·         Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
·         Tujuan
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1.    Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.    Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3.    Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.    Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
C.    Kegiatan yang dilarang dalam Antimonopoli
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya .
D.    Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
a.       Oligopoli
b.      Penetapan harga
c.       Pembagian wilayah
d.       Pemboikotan
e.        Kartel
f.        Trust
g.       Oligopsoni
h.       Integrasi vertikal
i.         Perjanjian tertutup
j.         Perjanjian dengan pihak luar negeri
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :
·         Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
·         Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
·         Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut .

E.     Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari :
a.    Oligopoli
b.    Penetapan harga
c.     Pembagian wilayah
d.    Pemboikotan
e.     Kartel
f.     Trust
g.    Oligopsoni
h.    Integrasi vertikal
i.      Perjanjian tertutup
j.      Perjanjian dengan pihak luar negeri

2.      Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.       Monopoli
b.      Monopsoni
c.        Penguasaan pasar
d.      Persekongkolan

3.      Posisi dominan, yang meliputi :
a.       Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
b.      Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
c.       Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
d.      Jabatan rangkap
e.       Pemilikan saham
f.       Merger, akuisisi, konsolidasi

F.     Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

G.     Sanksi  dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.  Pencabutan izin usaha; atau
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.


KESIMPULAN
Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1999 pihak konsumen merasa aman karena dapat dilindungi dari produk barang/jasa para produsen yang tidak berkualitas dan merugikan masyarakat. Perlindungan usaha lemah dan konsumen diutamakan untuk menciptakan harmonisasi usaha yang sehat pada kegiatan bisnis. Dan juga ada jaminan kepastian hukum untuk dapat mencegah praktek monopoli dan persaingan tidak sehat dalam mobilitas perekonomian, sehingga dapat tercipta efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha yang dapat meningkatkan efisiensi nasional sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menarik minat penanam modal baik dalam dan luar negeri.

DARFTAR PUSTAKA
Kartika Sari, Elsi., Simangunsong, Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

ABSTRAKSI
Konsumen adalah individu yang menggunakan suatu barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat. Karena konsumen adalah pengguna barang dan jasa maka perlu adanya hukum perlindungan konsumen yang dapat menjamin kepastian hukumnya. Sebagai konsumen kita juga harus tahu alasan mengapa konsumen harus dilindungi,hak-hak konsumen,kewajiban konsumen. Konsumen juga berkaitan erat dengan para pelaku usaha, diman para pelaku usaha juga mempunyai hak serta kewajiban dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Pelaku usaha juga harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap para konsumnenya.

PENDAHULUAN
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Denga adanya perlindungan konsumen, konsumen akan merasa lebih aman jika ingin melakukan suatu hal yang berhubunga dalam membeli dan menggunakan barang atau jasa. Apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha maka pera pelaku usaha akan mendapat sanksi seperti yang terlansir dalam Undang-undang  No. 8 Tahun 1999. Adanya sanski yang di berikan kepada pelaku usaha maka pelaku usaha akan lebih memperhatikan barang yang akan di jual kepada para  konsumen.

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Konsumen
·         Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
·         Menurut Hornby : “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.

2.      Pengertian Perlindungan Konsumen
·         Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 : “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
·         Menurut GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a: “ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”

3.      Hukum Perlindungan Konsumen
“ Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan maslahnya dengan para penyedia barang dan/ jasa konsumen”
            Jadi, kesimpulan dari pengertian-pengertian diatas adalah Bahwa Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.


4.      Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
·         Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
·         Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
·         Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
·         Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
·         Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha
·         Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen

5.      Azas Perlindungan Konsumen
Adapun azas perlindungan konsumen antara lain :
·         Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

·         Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

·         Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual

·         Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
                                                                         
·         Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

6.      Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
·         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
·         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
·         Hak atas informasi yang benar
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas baran dan/jasa yang digunakan
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

7.      Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
·         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
·         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
·         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
·         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

8.      Hak Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
·         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
·         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
·         Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

9.      Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
·         Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
·         Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
·         Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
·         Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
·         Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
·         Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

10.  Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
·         Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
§  tidak sesuai standar yang disyaratkan
§  tidak sesuai dengan persyaratan dalam label
§  tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa
§  tidak mengikuti ketentuan produksi yang semestinya
§  tidak memasnga label, barang yang dijual rusak/cacat
·         Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
§  Secara tidak benar seperti barang tersebut tidak memenuhi standar mutu tereentu
§  Secara tidak benar seperti barang tersebut tidak memiliki sponsor, persetujuan dan ciri-ciri tertentu
§  Langsung/tidak langsung merendahkan barang tersebut
§  Menawarkan janji yang belum pasti
§  Dengan menjanjikan hadiah secara cuma-Cuma

·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
§  Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
§  Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa
§  Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa
·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
§  Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
§  Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
§  Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan
·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
·         Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
§  Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi
§  Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain
§  Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain
§  Menaikkan harga sebelum melakukan obral

11.  Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
·         Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
·         Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi
·         Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

12.  Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
·         Sanski Perdata
§  Ganti rugi dalam bentuk :
v  Pengembalian uang
v  Penggantian barang
v  Perawatan kesehatan
v  Pemberian santunan

·         Sanski Pidana
§  Kurungan :
v  Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
v  Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
§  Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
§  Hukuman tambahan , antara lain :
v  Pengumuman keputusan Hakim
v  Pencabuttan izin usaha
v  Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v  Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
v  Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Yang di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia. Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha juga telah di atur di dalam Undang-Undang. Pelaku yang melakukan kesalahan akan mendapatkan sanksi pidana atau sanski perdata.

DAFTAR PUSTAKA

Kartika S,Elsi dan Advendi.Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi).Grasindo
Bpk. Arus Akbar Silondae, SH., L.L.M. dan Ibu Andi Fariana, S.H., M.H. Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis. Mitra. Wacana Medi
a